Di Indonesia, masalah gizi dapat terjadi pada 3 golongan, yaitu berdasarkan : sebaran kelompok umur, sebaran geografis, dan musim. Selain itu masalah gizi dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu genetik, lingkungan, faktor sosio budaya Untuk mengatasinya dapat dilakukan intervensi baik secara individu maupun kelompok, dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Dalam menyoroti masalah gizi di masyarakat, harus tahu penyebab, akibat, dan bagaimana penanggulangannya.
Masalah gizi di masyarakat yang kita bahas kali ini adalah Kekurangan Energi Protein (KEP) atau Protein Energy Malnutrition (PEM).
KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Dari bagan Model UNICEF tentang gizi kurang yang telah dijelaskan Bu Triska, kita dapat mengetahui :
Akar penyebab : factor social ekonomi, politik, dsb.
Penyebab masalah pokok : masalah gender, kurangnya pemberdayaan perempuan sehingga perlu pendidikan ketrampilan
Faktor tidak langsung : ketersediaan pangan rumah tangga, pola asuh (ASI, MP ASI), sanitasi yankes
Faktor langsung : kurangnya intake, penyakit infeksi
Dampak : gizi kurang
Selanjutnya, kita membahas penyebab KEP. Penyebab KEP dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.
Penyebab langsung :
penyakit infeksi
Hubungan penyakit infeksi dan KEP adalah sinergis. Penyakit infeksi dapat menyebabkan daya tahan tubuh dan nafsu makan menurun, kemudian terjadi atrofi sel mukosa yang merupakan pertahanan tubuh. Karena anak tidak mau makan, maka protein yang ada dalam tubuh digunakan untuk energy sehingga kebutuhan protein meningkat. Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan KEP antara lain : dermatosis, cacar air, batuk rejan, TBC, malaria, diare, cacing, misalnya Ascaris Lumbricoides
Balita yang menderita KEP mudah terkena infeksi dan akan memperberat kondisinya dan sebaliknya.
kurangnya intake
KEP akan mempengaruhi pertumbuhan balita, karena energy yang dibutuhkan cukup banyak. Maka bila jumlah energy dalam makanan sehari-hari kurang, protein akan digunakan sebagai energy sehingga mengurangi bagian yang diperlukan untuk pertumbuhan (zat pembangun dan pengatur).
Bayi > 2,5 – 3 gr / kgBB, Balita > 1,5 – 2 gr / kgBB
Penyebab tidak langsung
• Tingkat pendidikan
Orang tua dapat menerima segala informasi dengan baik
• Tingkat pengetahuan gizi
Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik maka akan dapat memilih bahan-bahan makanan yang berkualitas untuk anaknya.
• Tingkat pendapatan
• Pekerjaan orang tua
Pekerjaan yang baik akan menghasilkan pendapatan yang cukup sehingga kualitas dan kuantitas makanan balita akan terpenuhi
• Jumlah anggota keluarga
Berkurang perhatian dan kasih sayang bila jumlah anak dalam suatu keluarga itu terlalu banyak. Tapi ini banyak ditentang, karena di masyarakat berkembang pendapat “setiap anak punya rezeki masing-masing”
• Pola asuh
• Sosio Budaya
• Jarak kelahiran
Agar ibu sempat menyusui, paling tidak kehamilan berikutnya 18 bulan – 2 tahun.
• Pola penyapihan
Penyapihan terlalu dini sangat beresiko untuk bayi, karena antibody bayi belum sempurna sehingga dapat dengan mudah terkena penyakit infeksi.
• Pola pemberian ASI
ASI eksklusif ( pemberian ASI saja tanpa MP) harus diberikan selama 6 bulan pertama karena enzim pencernaan bayi belum sempurna.
• Pola pengenalan makanan padat
Pola pengenalan makanan padat yang terlambat dapat membahayakan si bayi, karena kebutuhan energy tubuhnya sudah sangat meningkat, namun kualitas dan kuantitas ASI ibu sudah menurun.
Berikut ini urutan pengenalan makanan padat pada bayi usia 0 – 1 tahun :
Bayi yang berusia 6 bulan ke atas baru boleh dikenalkan dengan makanan pendamping ASI secara bertahap dan boleh minum air putih.
Usia 6-7 bulan mulai boleh diberi bubur susu. Bubur yang terbuat dari kentang atau beras yang dicampur dengan susu. Susu di sini tidak lain adalah ASI si ibu itu sendiri.
Usia 7-8 bulan, dikenalkan dengan sayur yang berserat rendah dan tidak mengandung gas seperti wortel atau bayam yang dilumatkan. Caranya dengan, seminggu diberi bayam secara terus menerus. Kemudian seminggu lagi diberi wortel yang dilumatkan. Tujuannya agar si bayi dapat mengenal rasa bayam itu seperti apa, rasa bayam seperti apa. Namun pemberian ASI dan bubur susu jangan dilupakan.
Kemudian usia 8-9 bulan, bisa diberi buah-buahan yang berserat rendah dan tidak mengandung gas yang dilumatkan. Metode pemberiannya seperti sayur tadi. Satu minggu dengan buah yang sama. Sayur diberikan kepada bayi sebelum buah, karena rasa buah lebih enak dan manis daripada sayur. Takutnya, si bayi tidak mau makan sayur kalau diberikan buah terlebih dahulu.
Protein hewani yang non alergenik seperti daging sapi, daging ayam atau ikan air tawar mulai bisa diberikan kepada bayi saat berusia 9-10 bulan. Metode pemberiannya juga sama agar dapat mengetahui bayi alergi atau tidak dengan makanan tertentu.
Usia 10-11 bulan mulai diberi makanan yang mengandung protein nabati, seperti tahu, tempe.
Pada usia 11-12 bulan bisa diberi dairy products atau makanan olahan susu.
Dan mulai usia 1 tahun ke atas bisa diberi makanan padat yang cukup kandungan gizinya. Namun, jangan lupa ASI tetap harus diberikan sampai umur 2 tahun.
Karbohidrat diberikan pertama kali pada bayi karena mudah dicerna dan diabsorpsi.
Dalam bagan yang dijelaskan Bu Mery, dapat diketahui :
Yang mempengaruhi kurangnya asupan gizi, yaitu tingkat pendidikan / pengetahuan, pekerjaan / pendapatan, jumlah anggota keluarga, pola asuh, sosio budaya, dan penyapihan. Sedangkan yang mempengaruhi penyakit infeksi, yaitu pola pengenalan makanan padat dan sanitasi lingkungan.
Faktor- Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya KEP :
• Faktor geografi
Produk makanan pokoknya, daerah terpencil, daerah urban, daerah tandus atau subur, serta musim kemarau atau hujan.
• Faktor lingkungan
Social, pendapatan, pengetahuan
Budaya, norma
Fisik, daerah kumuh
Biologis, kondisi fisiologis ibu (kurang gizi)
Kimia, bahan tambahan pangan (missal : boraks, formalin) sehingga dapat mengakibatkan infeksi pencernaan
Pada usia balita sebaiknya diberikan seluruh pembelajaran yang meliputi kebiasaan, norma, agama, dan aturan-aturan. Karena pada masa ini anak sedang masa tumbuh kembang (golden age). Sering kita jumpai anak balita yang tidak mau makan. Biasanya pada usia 5 tahunan. Mereka tidak mau makan, karena ada beberapa alasan :
• Sakit, merupakan deteksi dini masa inkubasi, rewel
• Capek, sekresi lambung menurun sehingga tidak nafsu makan. Jangan dipaksa.
• Kenyang
• Minta perhatian
• Bosan
Penyakit gizi lain yang menyertai KEP adalah defisiensi vitamin A, zat besi, folat, B12, B2, Zn. Pada KEP berat selalu disertai kekurangan vitamin dan mineral. Hal ini terjadi karena vitamin A dan Zn berusaha meningkatkan imunitas tubuh tapi sia-sia. Karena yang membentuk sel imunitas adalh protein itu sendiri. Padahal tubuh mengalami kekurangan protein.
Penentuan KEP dengan Antropometri dibagi 3 :
• KEP ringan BB/U 70% - 80% WHO-NCHAS
• KEP sedang BB/U 60% - 70% WHO-NCHAS
• KEP berat BB/U < 60% WHO-NCHAS
Pencegahan :
• Mempertahankan status gizi anak
• Mengurangi resiko terjadinya infeksi
• Meminimalkan akibat penyakit infeksi
• Rehabilitasi penderita KEP yang masih dalam fase dini
Tata laksana KEP berat :
• Pengobatan dan pencegahan hipoglikemia
• Pengobatan dan pencegahan hipotermia
• Pengobatan dan pencegahan dehidrasi
• Koreksi dan gangguan keseimbangan elektrolit
• Pengobatan dan pencegahan infeksi
• Mulai pemberian makan
• Masa tumbuh kejar
• Koreksi defisiensi mikro nutrient
• Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
• Tindak lanjut di rumah
Tata laksana diet pada KEP
• Kebutuhan energy dari 100-200 kalori per Kg BB / hari
• Kebutuhan protein 1-6 gr per kg BB / hari
• Pemberian suplementasi vitamin dan mineral
• Cara pemberian disesuaikan kemampuan penderita
• Porsi kecil tapi sering
• ASI tetap diteruskan
• Bentuk makanan disesuaikan kemampuan
Komentar